Entri Populer

Rabu, 13 April 2011

RUNTUHNYA MAJAPAHIT

Mendekati detik-detik pemberontakan

Demak Bintara berkembang pesat. Tempat ini dirasa strategis untuk pengembangan militansi Islam karena letaknya agak jauh dari pusat kekuasaan. Di Demak Bintara, para ulama-ulama Putihan sering mengadakan pertemuan. Jadilah Demak Bintara dikenal sebagai Kota Seribu Wali.

Ditambah pada tahun 1475 Masehi, seorang ulama berdarah Mesir-Sunda datang dari Mesir. Dia adalah Syarif Hidayatullah. Dia datang bersama ibunya Syarifah Muda’im. Syarifah Muda’im adalah putri Pajajaran. Putri dari Prabhu Silihwangi penguasa Kerajaan Pejajaran. (Hanya Kerajaan ini yang tidak masuk wilayah Majapahit. Walau kecil, Pajajaran terkenal kuat. Anda bisa membayangkan adanya Timor Leste sekarang. Seperti itulah keadaan Majapahit dan Pajajaran. : Damar Shashangka).

Nama asli Syarifah Muda’im adalah Dewi Rara Santang. Dia bersama kakaknya Pangeran Walangsungsang, tertarik mempelajari Islam. Ketika berada di Makkah, Dewi Rara Santang dipinang oleh bangsawan Mesir, Syarif Abdullah. Menikahlah Dewi Rara Santang dengan bangsawan ini. Dan namanya berganti Syarifah Muda’im. Dari pernikahan ini, lahirlah Syarif Hidayatullah.

Pangeran Walang Sungsang, mendirikan daerah hunian baru di pesisir utara Jawa barat. Dikenal kemudian dengan nama Tegal Alang-Alang. Lantas berubah menjadi Caruban. Berubah lagi menjadi Caruban Larang. Pada akhirnya, dikenal dengan nama Cirebon sampai sekarang.

Pangeran Walang Sungsang, dikenal kemudian dengan nama Pangeran Cakrabhuwana. Oleh ayahandanya, Prabhu Silihwangi diberikan gelar kehormatan Shri Manggana.

Syarif Hidayatullah, keponakan Pangeran Cakrabhuwana lantas dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.

Awal tahun 1478, Sunan Ampel wafat. Sunan Giri terpilih sebagai penggantinya. Pusat Majelis Ulama Jawa kini berpindah ke Giri Kedhaton. Dan, pada waktu inilah tragedi Syeh Siti Jenar terjadi. Syeh Siti Jenar dipanggil ke Giri Kedhaton dan disidang oleh Dewan Wali Sangha dibawah pimpinan Sunan Giri. Walau tidak mengakui keberadaan Majelis Ulama Jawa, beliau tetap hadir. Beliau dituduh telah menyebarkan aliran sesat. Adapula yang menuduh sebagai antek-antek Syi’ah. Ada juga yang mengatakan beliau ahli sihir, dan lain sebagainya. ( Akan saya buat catatan tersendiri tentang beliau : Damar Shashangka).

Pada sidang pertama para ulama yang tergabung dalam Dewan Wali Sangha tidak bisa menemukan kesalahan Syeh Siti Jenar. Sehingga, beliau lantas dibebaskan dari segala tuduhan. Namun bagaimanapun juga, Syeh Siti Jenar adalah duri didalam daging bagi mereka. Maka sejak saat itu, kesalahan-kesalahan beliau senantiasa dicari-cari.

Konsentrasi Dewan Wali Sangha terpecah pada rencana perebutan kekuasaan. Melalui serangkaian musyawarah yang pelik, maka disimpulkan, kekuatan militansi Islam sudah cukup siap untuk mengadakan perebutan kekuasaan. Raden Patah, Adipati Demak Bintara, terpilih secara mutlak sebagai pemimpin gerakan.

Kubu Abangan, tidak menghadiri musyawarah ini. Apalagi semenjak Dewan Wali Sangha atau Majelis Ulama Jawa dipegang Sunan Giri, hubungan kubu Putihan dan kubu Abangan kian meruncing.

Sunan Kalijaga dan para pengikutnya hanya mau membantu Dewan Wali Sangha merampungkan pembangunan Masjid Demak. Selebihnya, mereka tidak ikut campur.

Persiapan sudah matang. Tinggal memilih hari yang ditentukan. Pasukan Telik Sandhibaya ( Intelejen ) Majapahit mengendus rencana ini. Prabhu Brawijaya mendapat laporan para pasukan Intelejen yang ada disekitar Demak Bintara. Sayangnya, beliau tidak begitu mempercayainya. Beliau berkeyakinan, tidak mungkin Raden Patah, putra kandungnya sendiri akan nekad berbuat seperti itu. Prabhu Brawijaya tidak memahami betapa militant-nya orang yang sudah terdoktrin!

Dan manakala pergerakan pasukan besar-besaran terdengar, yaitu pasukan orang-orang Islam Putihan, gabungan dari seluruh lasykar yang ada di wilayah pesisir utara Jawa timur sampai Jawa barat mulai bergerak. Keadaan menjadi gempar! Para Pejabat daerah kalang kabut. Mereka tidak menyangka orang-orang Islam sedemikian banyaknya.

Setiap daerah yang dilalui pasukan ini, tidak ada yang bisa membendung. Kekuatan mereka cukup besar. Persiapan mereka cukup tertata. Sedangkan daerah-daerah yang dilalui, tidak mempunyai persiapan sama sekali. Daerah perdaerah yang dilewati, harus melawan sendiri-sendiri. Tidak ada penyatuan pasukan dari daerah satu dengan daerah lain. Semua serba mendadak. Dan tak ada pilihan lain kecuali melawan atau mundur teratur.

Gerakan pasukan ini cukup kuat. Para Adipati yang berhasil mundur segera melarikan diri ke ibu kota Negara. Mereka melaporkan agresi mendadak pasukan pesisir yang terdiri dari orang-orang Islam itu.

Dan dari mereka, Prabhu Brawijaya mendapat laporan yang mencengangkan, yaitu telah terjadi pergerakan pasukan dari Demak Bintara. Pasukan berpakaian putih-putih. Berbendera tulisan asing! Berteriak-teriak dengan bahasa yang tidak dimengerti! Pasukan ini dapat dipastikan adalah pasukan orang-orang Islam. Dan kini, tengah bergerak menuju ibu kota Negara Majapahit.

Percaya tidak percaya Prabhu Brawijaya mendengarnya. Laporan pasukan Telik Sandhibaya selama ini telah menjadi kenyataan.. Namun, Prabhu Brawijaya tetap tidak bisa mengerti, mana mungkin Raden Patah berbuat seperti itu. Mana mungkin orang-orang Islam berani dan tega mengadalan pemberontakan. Selama ini, Majapahit telah memberikan bantuan material yang tidak sedikit bagi mereka. Sesak! Dada Prabhu Brawijaya seketika serasa sesak bagai dihantam palu! Bergemuruh mendidih! Beliau menyebut Nama Mahadeva berkali-kali.

Seluruh pembesar Majapahit tegang. Mereka menantikan komando Sang Prabhu. Waktu berjalan cepat. Sang Prabhu masih belum mengeluarkan titah apapun. Pergerakan pasukan sudah memasuki Madiun, sebentar lagi mencapai wilayah Kadhiri, sudah teramat dekat dengan ibu kota Negara. Pertempuran-pertempuran penghadangan telah terjadi secara otomatis. Dan semua telah masuk menjadi laporan bagi Sang Prabhu.

Bahkan ada laporan yang menyatakan, beberapa daerah yang terpengaruh Islam, malah ikut bergabung dengan pasukan ini.

Adipati Kertosono ( wilayah Kediri sekarang ) mengirinkan utusan khusus kepada Sang Prabhu untuk segera mengeluarkan perintah perang!

Sang Prabhu masih termangu-mangu. Dan manakala terdengar Adipati Kertosono melakukan perlawanan mati-matian tanpa menunggu komando beliau, barulah Sang Prabhu tersadar! Segera beliau memerintahkan seluruh pasukan Majapahit untuk mempersiapkan sebuah perang besar!

Para Panglima yang telah menanti-nantikan perintah ini menyambut dengan suka cita! Inilah yang mereka nanti-nantikan! Tanpa menunggu waktu lama, seluruh kekuatan Majapahit segera dipersiapkan.

Pasukan Majapahit telah siap sedia menyambut kedatangan pasukan Demak Bintara. Dan sekali lagi, mereka tinggal menunggu perintah untuk MENYERANG!

Dan komando terakhir inipun tidak segera keluar. Pasukan Majapahit resah. Para Panglima cemas. Para kepala pasukan tempur digaris depan terus mendesak kepada Para Panglima masing-masing agar segera mengeluarkan perintah penyerangan!

Para Panglima juga mendesak Sang Senopati Agung, meminta kepada Prabhu Brawijaya untuk segera memberikan komando terakhir. Perlu dicatat, salah satu panglima yang memperkuat barisan Majapahit adalah Adipati Terung, adik tiri Raden Patah.

Dalam hatinya bertanya-tanya, ada apakah dengan kakak tirinya sehingga mengadakan gerakan makar sedemikian rupa? Selama ini, dia tidak melihat ada yang salah dengan pemerintahan Prabhu Brawijaya. Tidak ada diskriminasi dalam hal keagamaan. Dirinya yang muslim-pun, bisa bebas menjalankan ibadah agamanya. Bahkan, bisa dipercaya menjabat sebagai seorang Adipati, yang notabene bukan jabatan main-main.

Adipati Terung tidak bisa memahami pola pikir kakak tirinya.

Dan perintah penyerangan tidak juga segera turun. Seluruh pasukan yang sudah bersiap sedia dibarak masing-masing, dilanda ketegangan yang luar biasa!

Di Istana, Para Mantri resah. Melihat situasi ini, Sabdo Palon dan Naya Genggong meminta Sang Prabhu untuk segera mengeluarkan perintah. Namun apa jawaban Sang Prabhu? Beliau masih tidak yakin pasukan Demak akan tega menyerang ibu kota Negara Majapahit. Sabdo Palon dan Naga Genggong menandaskan, cara berfikir Raden Patah dan para pasukan ini sudah lain. Sang Prabhu tidak akan bisa memahaminya. Jalan satu-satunya sekarang adalah, menghadapi mereka secara frontal. Pada saat ini, tidak ada cara lain.

Dan manakala kabar terdengar pasukan Demak telah merangsak maju dan memasuki pinggiran ibu kota Majapahit, dan disana mereka mengadakan perusakan hebat. Dengan sangat terpaksa, Sang Prabhu mengeluarkan perintah penyerangan! Tapi, perintah itu sebenarnya telah terlambat!

Begitu keluar perintah penyerangan, ada hal yang tidak terduga, pasukan Ponorogo dan beberapa daerah yang lain membelot! Diketahui kemudian ternyata mereka adalah pasukan dari daerah-daerah yang sudah muslim.

Dan, peperangan pecah sudah!

Peperangan yang besar. Darah tertumpah lagi! Senopati Demak dipimpin oleh Sunan Ngundung. Dan dipihak Majapahit, Senopati dipegang oleh Arya Lembu Pangarsa. Prajurid Majapahit mengamuk dimedan laga. Para prajurid yang sudah berpengalaman tempur ini dan disegani diseluruh Nusantara, sekarang tidak main-main lagi! Adipati Sengguruh, Raden Bondhan Kejawen yang masih belia, Adipati Terung, Adipati Singosari dan yang lain ikut mengamuk dimedan laga!

Sayang, banyak kesatuan-kesatuan Majapahit yang berasal dari daerah muslim, membelot. Namun, pada hari pertama, pasukan Demak Bintara terpukul mundur!

Pada hari kedua, pasukan Demak terpukul lebih telak. Senopati Demak, Sunan Ngundung tewas! ( Makamnya masih ada di Trowulan, Mojokerto sampai sekarang.) Pasukan Demak mengundurkan diri. Pasukan cadangan masuk dipimpin oleh putra Sunan Ngundung, Sunan Kudus. Pertempuran kembali pecah!

Namun bagaimanapun juga, pasukan Demak harus mengakui kekuatan pasukan Majapahit. Mereka terpukul mundur keluar dari ibu kota Negara. Kehebatan pasukan Majapahit yang terkenal itu, ternyata terbukti!

Pasukan Demak bertahan. Beberapa minggu kemudian, datang pasukan dari Palembang bergabung dengan pasukan Majapahit. Pasukan Majapahit seolah mendapat suntikan darah segar. Namun ternyata, bergabungnya pasukan Palembang ini hanyalah bagian dari siasat dari orang-orang Demak.

Pasukan Palembang, diam-diam memusnahkan seluruh persediaan bahan makanan tentara Majapahit. Lumbung-lumbung besar dibakar! Semua persediaan bahan pangan ludes! ( Inilah simbolisasi dari didatangkannya peti ajaib milik Adipati Arya Damar dari Palembang yang apabila dibuka, mampu mengeluarkan beribu-ribu tikus dan memakan seluruh beras dan bahan pangan tentara Majapahit. : Damar Shashangka).

Majapahit kebobolan luar dalam. Majapahit benar-benar tidak pernah menyangka akan hal itu. Begitu persediaan bahan pangan menipis, dari hari kehari, pelan namun pasti, pasukan Majapahit terpukul mundur!

Mendengar pasukan Majapahit terdesak, Kepala Pasukan Bhayangkara, yaitu Pasukan Khusus Pengawal Raja, segera mengamankan Prabhu Brawijaya. Keadaan sudah sedemikian genting dan Sang Prabhu, mau tidak mau, harus segera meloloskan diri. Ini harus dilakukan secepatnya, karena untuk menyatukan kembali kekuatan tentara Majapahit kelak, sosok Prabhu Brawijaya, masih dibutuhkan!

Dengan dikawal Pasukan Bhayangkara, Prabhu Brawijaya segera keluar dari Istana. Pasukan Bhayangkara memutuskan agar Sang Prabhu menyelamatkan diri ke Pulau Bali. Pulau yang kondusif untuk saat ini.

Ditengah kekacauan itu, Dewi Anarawati, diam-diam dibawa oleh pasukan Islam ke Gresik. Putra bungsu Dewi Anarawati, Raden Gugur yang masih kecil, diselamatkan oleh pasukan Ponorogo dan dibawa ke Kadipaten Ponorogo.

Dan pada akhirnya, Majapahit bisa dijebol. Seluruh Istana dirusak dan dibakar!. Perusakan terjadi dimana-mana. ( Maka jangan heran, sampai sekarang bekas Istana Majapahit yang terkenal di Nusantara itu, musnah tak berbekas. : Damar Shashangka )

Dan pada akhirnya, terjadilah tragedi kemanusiaan yang sampai sekarang ‘ditutupi’. Perang yang semula melibatkan dua kekuatan militer Majapahit dan Demak, kini merembet menjadi perang sipil. Mereka yang merasa diatas angin, kini menjadi sosok malaikat maut. Pertumpahan darah terjadi. Masyarakat Majapahit yang masih memegang keyakinan lama, berhadapan secara frontal dengan mereka yang telah berpindah keyakinan.

Dimana-mana, situasi anarkhis terjadi. Dimana-mana dua kubu ini bentrok. Dimana-mana kekacauan merajalela. Jawa dalam situasi chaos! Ibu pertiwi menangis. Ibu pertiwi terluka. Putra-putranya kini tengah saling menumpahkan darah hanya karena disalah satu pihak tengah dilanda ‘ketidak sadaran’.

Akibat tragedi yang mencerabut segala sendi-sendi masyarakat Majapahit ini, bangunan-bangunan indah dari Kerajaan Agung Majapahit, musnah tak berbekas! Majapahit yang terkenal sebagai Macan Asia, ludes dibabat habis. Di Jawa Timur, Majapahit seolah-olah hanya sebuah mitos belaka, karena banyak peninggalan dari jaman keemasan Nusantara ini, hancur karena kepicikan.

Hanya sedikit yang tersisa. Dan yang sedikit itulah yang masih bisa kita saksikan hingga sekarang.

Eksodus besar-besaran terjadi. Para Agamawan, Para Bangsawan dan rakyat yang tetap memegang teguh keyakinannya, menyingkir ketempat-tempat yang dirasa aman. Kebanyakan menyeberang ke Bali, Kalimantan dan Lombok.

Ada seorang putri selir Prabhu Brawijaya yang melarikan diri bersama sisa-sisa prajurid Majapahit dan beberapa penduduk. Dia bernama Dewi Rara Anteng. Bersama suaminya Raden Jaka Seger, dia menyingkir ke pegunungan Bromo. Sampai sekarang keturunan mereka masih ada disana, dikenal dengan nama suku Tengger. Diambil dari nama Dewi Rara An-TENG dan Raden Jaka Se-GER. Diwilayah pegunungan Bromo, pasukan Demak memang tidak bisa menjangkau. Medannya cukup sulit dan terisolir. ( Suku Tengger baru membuka diri pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno. Ketika disensus dan ditanyakan apa agama mereka, mereka menyatakan beragama Budo. Padahal ritual yang mereka jalankan lebih dekat ke agama Hindhu dari pada agama Buddha. Para petugas sensus tidak tahu, istilah Hindhu memang tidak dikenal pada jaman Majapahit. Yang terkenal adalah agomo Siwo Budo atau hanya disebut wong Budo saja. : Damar Shashangka).

Dengan dikawal oleh Pasukan Bhayangkara dan beberapa kesatuan pasukan yang tersisa, Prabhu Brawijaya menyingkir ke arah timur. Dan untuk sementara, beliau tinggal di Blambangan. Adipati Blambangan, memperkuat barisan pasukan ini. Dan tak hanya itu, para penduduk Blambangan-pun dengan suka rela ikut menggabungkan diri. Mereka benar-benar melindungi Prabhu Brawijaya ekstra ketat. Mereka siap tempur di Blambangan. Keadaan darurat diberlakukan.

Selama ada di Blambangan, Prabhu Brawijaya terus terusik batinnya. Raden Patah, yang biasa beliau banggil dengan nama Patah itu, ternyata telah tega melakukan ini semua. Kebaikan beliau selama ini dibalas dengan racun. Sabdo Palon dan Naya Genggong menabahkan hati Sang Prabhu. Nasi sudah menjadi bubur. Tidak patut disesali lagi.

Kini, saatnya untuk menata kembali yang tersisa. Dan untuk tujuan itu, Prabhu Brawijaya harus menyeberang ke Pulau Bali.










KEMBALINYA MADJAPAHIT
Mahkota peninggalan Kerajaan Majapahit yang sudah ratusan tahun menjadi milik kolektor di mancanegara di kembalikan pada Hyang Bathara Agung Wilatikta Brahmaraja XI Raja Majapahit masa kini.
Berdasarkan pawisik para Spiritualis seuruh Dunia bahwa Mahkota Raja Majapahit harus di serahkan kepada Sri Wilatikta Brahmaraja XI yang memang " Pas " di kepalanya, sebelumnya Mahkota telah di cobakan beberapa tokoh tapi tidak pas, beberapa orang barat yang rata-rata kepalanya besar setelah di cobakan lodok / longgar / kebesaran. Di pakaikan Raja Bali Mula " Dewa Agung Putranata Wijaya Kusuma "adik dari kandung Maha guru Wijaya Kusuma penyungsung tapakan Dewi Tangan Seribu (yang pernah di ramalkan usia 32 tahun ketemu Dewi Tangan Seribu / Ibu Siwa Parwati / Ibu Majapahit Sri Paduka Rajapatni Biksuni Sakti Pelindung Jagadraya dan akhirnya ramalan itu terbukti dan selanjutnya menjadi pengagum Majapahit sekaligus mengundang Dewi Tangan Seribu ke Pura Kahyangan Jagad Tuluk Biyu untuk memberikan restu dan do`a kesejahteraan untuk seluruh masyarakat).
Dewa Agung Putaranata ini orangnya kecil rata-rata seperti orang Indonesia pada umumnya malah kekecilan. Aneh memang di masa yang sudah modern dan ilmiah ada Mahkota mencari kepala yang pas, bagi yang tidak di kehendaki bisa di jepit kepalanya. Nah, Akhirnya ada wahyu atau pewisik bahwa " Kepala yang Pas " adalah Hyang Bathara Agung Suryo Wilatikta atau Abhiseka Raja Majapahit dengan gelar SRI WILATIKTA BRAHMARAJA XI di Puri Surya Majapahit Jimbaran-Bali " Keraton Ibu Kerajaan Majapahit Pusat / Pura Ibu Kawitan Pusat Kerajaan Majapahit " terletak di kawasan Banjar Buana Gubug Puri Gading Jimbaran. Dan Puri Gading sekarang menjadi incaran tokoh-tokoh Budaya dan Spiritualis dari berbagai lintas agama dan kepercayaan.
Akhirnya para utusan Negara yang menginginkan Dunia Adil makmur Sejahtera meminta Brahmaraja XI mencoba walaupun beberapa kali ditolak oleh Raja Majapahit tersebut dengan alasan mungkin masih ada yang lain yang berhak menerimanya.
Tapi dengan keyakinan yang tidak di ragukan, para utusan Negara ini mencoba memakaikan kepada Raja Majapahit ternyata pas dan ketika Way Cing Lee putri dari Raja Tumasik (Singapura sekarang) mengenakannya tiba-tiba terjadi keanehan muncul Sinar Mas turu dari langit disertai angin gemruh serta kilat menyambar-nyambar, selendang Way Cing Lee yang berwarna Jingga seperti leluhur Majapahit bernama Dara Jingga titisan Dewi Kwan Im Tangan Seribu yang bergelar SRI PADUKA RAJAPATNI BIKSUNI SAKTI PELINDUNG JAGADRAYA terlepas dan menyambar seakan-akan ingin memeluk Brahmaraja untuk mengungkapkan kata, Leluhur bangga menyaksikan keturunannya yang ke sebelas mengenakan Mahkota karena leleuhur sudah " meraga sukma " dan tidak mungkin " Roh " mengenakan barang nyata yang pasti akan jatuh mahkota tersebut, tapi melalui keturunannya leluhur Majapahit gembira karena Majapahit masih ada.
Terdengar pula nyanyian surgawi hingga suaranya terdengar dari seluruh penjuru arah serta terekam semua dokumentasi Wartawan seluruh dunia yang hadir pada malam yang sakral dan keberuntungan menyertai mereka. Akhirnya Mahkota di serahkan kepada Brahmaraja XI melalui Putri Pendiri Republik Indonesia Dyah Ayu Sukmawati Soekarnoputri yang tanpa di duga ikut hadir bersama rombongan ke Pura Ibu Majapahit Jimbaran-Bali. Seperti di kehendaki, Bung Karno yang pendiri R.I memeinjam Sukma / Roh untuk menyaksikannya, kebetulan juga Sukmawati adalah Sukma / Roh Bung Karno yang asli Putra Majapahit. Penyerahan di sertai do`a bersama Pendukung Majapahit seluruh Dunia. Dalam menebus Mahkota Bangkok, Siam, Thailand, Singapura, China, Australia mengulkan urunan uang untuk menebus harga mahkota supaya semua merasa memiliki Majapahit.
Dalam sambutannya pihak Singapura yang di wakili Miss.Way Cing Lee menyatakan gembira dan puas bisa menyerahkan kembali Mahkota dan dengan demikian Dunia akan tentram kembali. Pihak Australia menyatakan semoga di dunia aman dan damai serta Gemah Ripah Loh Jinawi dan Bathara Wisnu menitis kepada Hyang Brahmaraja XI yang telah terbukti menyatukan etnis, suku, Agama, Kepercayaan dan lain-lain di Puri Surya Majapahit.
Dalam sambutannya juga Brahmaraja XI menyatakan," Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar tetapi berjalannya waktu Bangsa ini menjadi Bangsa "pengimport" termasuk import Agama, jadi semua agama yang di anut di Indonesia semuanya import, kita sudah tidak bangga lagi dengan Tanah Air yang subur makmur." kata Brahmaraja. " Satu-satunya yang eksport adalah TKI dan TKW yang pulang kebanyakan dengan kesengsaraan bahkan mati", imbuhnya.
Brahmaraja juga mengungkapkan kegalauan hatinya tentang rakyat yang di tinggalkan oleh para Leluhur Majapahit yang pernah menyatukan Nusantara dan menjadi kebanggaan seluruh negeri. Brahmaraja menambahkan ketakutan para Dajjal yang sekarang meraja-lela dengan bangkitnya Majapahit. Musibah-musibah ini akan kembali tentram jikalau tiga permata yang hilang dari mahkota sudah kembali. Kitab Negara Kerthagama menyebutkan dalam sastra Raja Pandawa yang di sadur ke bahasa indonesia" Sepeninggalnya jaman kali (Kali Yuga), Dunia murka, timbul huru hara, hanya Bathara Raja yang faham dalam nam guna, dapat menjaga jagad.
Itulah sebabnya Sri Paduka teguh bakti menyembah kaki Sakyamuni, teguh tawakkal memegang Pancasila, laku yang utama, upacara suci gelaran jinabrata yang temahsyur ialah Sri jnanabadreswara, menghormati Ibu, lulus dalam filsafat, ilmu bahasa dan lain pengetahuan Agama. Berlomba-lomba Beliau menghirup sari segala ilmu kebatinan, pertama-tama Tantra Subuti di selami, intinya masuk ke hati, melakukan puja, yoga, semadi demi keselamatan seluru Praja, menghindarkan tenung. mengindahkan anugerah kepada rakyat murba.Di antara Raja yang lampau tidak ada yang setara dengan Beliau.
Faham akan nam guna, sastra, tatwapadesa, itulah sebabnya Beliau menjadi Raja Pelindung yang bersemayam di alam Siwa Buda". Kejadian di luar dugaan, di era globalisasi masih ada kejadian aneh sebuah mahkota peninggalan Majapahit bisa memilih kepala yang pas untuk di kenakan.
Sebuah bukti ilmiah yang sulit di terima akal sehat tapi benar-benar terjadi dan di saksikan banyak orang seluruh dunia. Setelah menerima Mahkota, Hyang Mulia Hyang Bathara Agung Wilatikta Brahmaraja XI di minta MERUWAT JAGADRAYA / DUNIA pada tanggal 7-September-2008 di Pura Jagadnatha Denpasar Bali oleh Hindu Dunia (WHYO). Dan untuk pertama kalinya Pura Jagadnatha di penuhi semua umat beragama dan lintas bangsa seluruh dunia bahkan Barongsay untuk pertama kalinya di tampilkan. Malam sebelumnya terjadi suatu keanehan seluruh Bali di guyur Hujan hingga di sekitar Pura Jagadnatha di dalam pura tidak hujan sama sekali (penulis saksinya dengan pemangku pura).
Besoknya banyak sepiritualis dunia dan dari lintas Agama mengalami kesurupan, bahkan Kuda dokar yang di tumpangi Brahmaraja ikut kesurupan. Sebelumnya Hyang Bathara Agung Brahmaraja XI menerima pucuk Tumpeng Agung HUT.Paduka Yang Mulia KGPAA Mangkoenagoro IX, di teruskan menerima piagam Bintang DARMA BUDAYA dari peladen Bangsa Kanjeng Pangeran Wa Arya Sontodipuro.
Inilah yang membikin Brahmaraja tertantang bukan bangga ongkang-ongkang kaki mendapat penghargaan, tapi terus berjuang untuk kebangkitan Majapahit yang Gemah Ripah Loh Jinawi yang sesuai dengan permintaan dari dunia berdasarkan Ramalan Leluhurnya hingga membuat para Dajjal di Bumi Nusantara ketakutan terusir dari tanah yang subur kembali ke tanah arab yang tandus. (Salam semoga dipahami yang sudah terjadi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar